TAMASYA DALAM HIPEREALITAS

By | March 27, 2020

Umberto Eco – Novelis, pakar semiotika, dan kritikus budaya yang luar biasa – dalam buku Tamasya dalam Hiperealitas memperlihatkan kecerdasan, pembelajaran dan kecemerlangan inteligensi sebagaimana yang membuat para pembaca The Name of the Rose, Foucalt’s Pendulum, dan Baudolino merasa begitu terhibur. Cakupan tulisan Eco dalam buku ini sangat luas- mulai dari budaya pop hingga filsafat, dari People’s Temple hingga Thomas Aquinas, dari Casablanca hingga Roland Barthes.

Esai pembuka Tamasya dalam Hiperealitas memperlihatkan ketekunan dan pencarian sang pengarang yang bertamasya melintasi seluruh daratan Amerika manakala ia sedang mencari tempat untuk menyelidiki perbatasan realisme, jiplakan (copy) yang menjanjikan lebih ketimbang yang asli, seperti museum lilin, hall of fame, theme park, kebun binatang. Dalam “Kembalinya Abad Pertengahan” Eco melontarkan berbagai pertanyaan tentang modernitas kita; sedang dalam “Desa Global” Eco bergerak dari media massa ke olahraga massal. Ada juga mutiara-mutiara kecil yang berlimpah, seperti dalam esai “Pemikiran Lumbar” Eco mengamati bagaimana blue jeans telah membentuk manusia.

Wawasan Eco dalam esai-esai ini sangat tajam, tak jarang bernada ironis, dan seringkali sungguh jenaka. Mengutip San Fransisco Chronicle, Eco memiliki “begitu banyak wawasan untuk mengajari kita semua tentang pentingnya (tidak menyebutkan kepuasan) observasi dan kritisisme, karena kedua persoalan inilah yang mengistimewakan-dan, sebagaimana dikatakannya, mewajibkan-seluruh umat manusia yang berpikir.”