Buku Merah

By | September 3, 2019

“Dengan setengah nyali aku pun tersesat ke hutan. Hutan lambang, belantara rupa. Tangan Uma terulur ke arahku, aku tahu, dan kilatan dari leher dan bahunya menerangi hutanku sesekali. Ia membiarkan aku tergelincir ke lembah, namun seringkali pula ia menyurungku ke puncak. Ia seperti hendak menculikku–ataukah menyelamatkanku? Bayangan Uma melengkung memanjang serupa jembatan gaib. Dan aku beringsut menitinya, menghabiskannya. Supaya aku lekas sampai ke seberang. Entah seberang yang mana. Kulepas topeng merahku, supaya si Muka Sepuluh mengenali wajahku dan memanggil aku dengan nama yang diam-diam kuharapkan. Nama sang perempuan Ayodya.”