SEJARAH FILSAFAT NUSANTARA : Alam Pikiran Indonesia

By | July 31, 2020

Secara historis, Indonesia kini tak bisa berkelit dari proses pendefinisian diri oleh agen-agen kolonialis gaya baru, baik dalam ruang sosial, politik, dan ekonomi. Fenomena ini semakin tegas ketika pembedaan Negara Maju dan Negara Berkembang menjadi salah satu variabel penting (demi kepentingan ekonomi dan politik), Barat selalu diposisikan sebagai pusat.

Ini terjadi karena sebagian elite kita tidak mempunyai visi geopolitik dan kesadaran historis atas bangsanya sendiri. Kini menjadi jelas bahwa kita sebetulnya belum merdeka. Meminjam pandangan Karl Jaspers, kita hanya merdeka dalam arti “hidup” (to live), bukan dalam arti “ada” (to exist). “Hidup” di sini bermakna pasif dan menjadi objek, sedangkan “eksis” bermakna aktif dan menjadi subjek.

Dulu, para bapak pendiri bangsa kita mempunyai visi geopolitik dan kesadaran sejarah yang kuat. Lihat saja, Mohammad Hatta dengan gagasan sosialnya; Sutan Sjahrir dengan Sosialis Liberal, Tan Malaka dengan Madilog; dan Sukarno dengan Nasionalis Kiri. Mereka itu merancang zaman, dalam konteks masa manakala secara politik gagasan mereka terbentuk, karena mereka mempunyai dua hal tersebut.

Buku yang ada di tangan Anda ini adalah sebuh ikhtiar yang berupaya menggali dan membuka wacana tentang pemikiran filsafat politik Nusantara. Upaya ini penting untuk menumbuhkembangkan kesadaran sejarah dan visi geopolitik sebagaimana yang dipunyai para pendiri bangsa tersebut, sehingga kita dapat merdeka bukan sekadar dalam pengertian “hidup”, tapi dalam arti “ada” yang bermakna aktif dan menjadi subjek.