TASAWUF SOSIAL

By | July 27, 2019

Selama ini tasawuf dikesankan oleh sementara orang, hanya dapat membentuk kesalehan pribadi, tanpa mampu menjangkau aspek sosial-masyarakat. Kesan seperti itu terjadi karena hanya melihat substansi ajaran semata (misalnya zuhd diamalkan dengan cara menyendiri), tanpa melihat konteks pada saat ajaran tsb dilaksanakan, yakni di zaman beberapa penguasa Bani Umayyah yang dzalim hidup berfoya-foya, sementara rakyatnya dalam keadaan menderita. Latar belakang sejarah seperti itu perlu dipahami sebab aktualisasi paham harus lah sesuai dengan tuntutan zamannya guna menuju perbaikan.

Tasawuf memang menyangkut rasa yang bersifat individual dan pendekatan diri kepada Allah SWT., melalui hati nurani. Pengamalan dan penghayatan ajaran-ajarannya disesuaikan dengan tuntutan zaman menuju perbaikan keadaan yang lebih baik, dapat diwujudkan dalam bentuk budi pekerti yang baik (Akhlaq al Karimah).

Dimensi akhlaq inilah yang bisa dilihat dan diukur secara empirik dalam kehidupan sehari-hari. Pangkal akhlaq ialah hati nurani, ia bersuara secara objektif terhadap perilaku seseorang, baik sebelum dikerjakan maupun sesudahnya. Suara ini secara metaforis adalah suara Tuhan, yang ada pada orang-orang yang dekat dengan Allah SWT. Suara-suara ini lah yang akan menjadi pengontrol seseorang untuk melakukan apa saja, selama ia masih jernih dan belum terkontaminasi oleh keinginan hawa nafsu dan bisikan syetan.