Filsafat Eksistensialisme Jean-Paul Sartre

By | February 2, 2020

“Sosok Sartre adalah sebuah provokasi. Tidak mungkin bersikap acuh tak acuh terhadapnya. Komitmen otentik Sartre terhadap kebebasan dan tanggung jawab menembus klise-klise filosofis atau keagamaan yang suka kita pasang untuk melindungi diri dari komitmen yang sungguh-sungguh. Maka memang tepat bahwa majalah ini membuat satu nomor khusus tentang Sartre.” – Prof. Dr. Franz-Magnis Suseno SJ

“Mau tidak mau, bila masih mau dijadikan gaya berfilsafat, eksistensialisme harus memasukkan yang lain dalam horizonnya. Sikap keras Sartre menolak causa sui (Tuhan, esensi) demi membela jati manusia sebagai pour-soi justru secara kontradiktif meninggikan pour-soi sebagai causa sui, satu-satunya yang esensial untuk eksistensi! Absolutisme bertopeng kontingensi ini menutup subjek sartrian dalam referensi-diri, dan terus menerus menidaki orang lain dengan penuh curiga. Padahal justru intrusi orang lain-lah yang akan mencegah eksistensialisme berhenti seperti air yang menggenang.” – Dr. A. Setyo Wibowo SJ

“Pandangannya tentang relasi antar manusia itu “bergerak” dari ciri utamanya sebagai konflik, menuju relasi timbal-balik, dan akhirnya cinta yang otentik. Jadi, pandangan Sartre tentang relasi antar manusia berkembang ke arah relasi manusiawi yang lebih positif dan optimistis.” – Prof. Dr. Alex Lanur OFM