Hallaj, An-Nuri Dan Mazhab Baghdad : Seri Pengantar Tasawuf

By | June 17, 2019

Dalam konteks Baghdad di penghujung abad 3 H, Junayd, sang pemandu Mazhab Baghdad, sadar betul akan bahaya-bahaya potensial bagai jalan mistisme dan bagi kaum mistik pada umumnya, yang disebabkan oleh ketidakbijakan spiritual dan perilaku politik. Inilah penghindaran dari jalan berbahaya, yang akan membawa kenyamanan mereka yang lebih berhati-hati di Jalan Sufi.

Dalam tipologi demikian itulah, agaknya, sosok Nuri dan Hallaj menjadi signifikan. Dua tokoh sezaman Junayd ini dikenal sebagai “pembangkang” (terhadap kecenderungan) sang pemimpin Baghdad itu. Hallaj, tentu saja, berseberangan karena Junayd menganut “ketenangan hati” (sahm) sementara Hallaj berkonsentrasi pada “kemabukan” (sukr) dalam cinta mistik. Sementara itu, keberseberangan Nuri dilihat dari ranah gejolak perpolitikan saat itu. Ketika terjadi Mihah oleh penguasa Muktazilah, Junayd justru mengasingkan diri. Sebaliknya, Nuri menjadi pelindung kaum Sufi demi menjelaskan posisi mereka kepada penguasa Baghdad, dan karenanya, lalu, Nuri menelunjuk Junayd akan ketidakyakinannya sebagai ulama Sufi, “Kamu lebih pantas sebagai ulama” kata Nuri.