Islam di Negara Komunis

By | March 19, 2019

Diskursus bahwa komunis sama dengan atheis (tidak beragama) seringkali kita dengar sampai saat ini. Dalam propaganda rezim Orde Baru, pandangan itu diproduksi dan direproduksi melalui film, buku pelajaran, kebudayaan, cerita-cerita, hingga peraturan perundangan yang telah memberi imajinasi ketakutan. Kaum komunis bukan saja dituding tidak beragama, tetapi juga anti atau bahkan membenci agama, seperti yang seringkali digambarkan tentang cerita pembunuhan para ulama dan pelarangan beragama.

Vladimir Efanov dalam buku ini menggambarkan kondisi yang kontradiktif dengan diskursus di atas. Uni Soviet, sebuah negara dengan ideologi komunis pertama di dunia yang terbentuk melalui revolusi Bolshevik pada Oktober 1917, bukannya melarang atau merepresi kaum beragama (seperti propaganda anti-komunis), Uni Soviet justru memberi kebebasan kepada rakyatnya untuk beragama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.

Revolusi Oktober 1917 telah membalik kebijakan tertib beragama yang diterapkan oleh rezim Tsar di Rusia. Pada masa pemerintahan Tsar, kehidupan beragama dikontrol oleh negara agar sesuai dengan kepentingan penguasa saat itu. Agama resmi negara pada saat Tsar berkuasa adalah Gereja Ortodok yang kepentingannya dijamin oleh kekuasaan Tsar. Semua agama lain, termasuk agama Islam, diberi hak yang terbatas dan hampir tidak diperkenankan eksistensinya. Pada tanggal 15 November 1917, segera pasca revolusi, Pemerintahan Uni Soviet mengeluarkan pernyataan yang bersejarah mengenai “Deklarasi Hak-Hak Rakyat Rusia” tentang kebebasan beragama bagi seluruh rakyat Uni Soviet.