Islam Fungsional

By | March 28, 2020

Agama memiliki dua kekuatan utama, yaitu sebagai faktor kekuatan daya penyatu (centripetal) dan faktor kekuatan daya pemecah belah (centrifugal). Ada benarnya ungkapan kalangan ahli fenomenologi agama bahwa agama itu identik dengan nuklir. Di satu sisi bisa memberikan kegunaan yang luar biasa untuk kehidupan manusia, misalnya sebagai kekuatan pembangkit tenaga listrik yang jauh lebih murah dan ini sudah digunakan oleh enam negara berpenduduk besar di dunia kecuali Indonesia, tetapi di sisi lain bisa menjadi bumerang bagi dunia kemanusiaan sebagaimana pernah terjadi di Hirosima dan Nagasaki.

Dalam sebuah masyarakat yang pluralis, yang dipadati multietnik, bahasa, dan agama, apa lagi terpisah-pisah oleh kepulauan seperti Indonesia, maka disadari betul betapa pentingnya menampilkan agama sebagai faktor sentripetal.

Selain sebagai keyakinan yang dianut secara paripurna, agama juga berfungsi sebagai social control dan motivator pembangunan berdimensi kemanusiaan. Bahkan agama juga berperan sebagai instrumen perekat keutuhan bangsa. Dengan menyadari arti penting agama tadi, maka fungsi dan peran agama perlu dipertahankan kelangsungannya di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Diakui atau tidak, disadari atau tidak, kekuatan agama sebagai faktor sentripetal telah berjasa besar di dalamnya. Pemimpin dan para elite penguasanya boleh gonta-ganti tetapi kekuatan nilai-nilai dan norma-norma agama sebagai living low di dalam masyarakat tetap bekerja. Masing-masing umat beragama di Indonesia menjalankan ajaran-ajaran dan hukum agamanya dengan taat tanpa peduli siapa pun penguasanya.

Masalah agama adalah salah satu faktor yang sangat sensitif di Indonersia. Ini dapat dimaklumi karena bangsa Indonesia termasuk penganut agama yang taat. Solidaritas agama biasanya melampaui ikatan-ikatan primordial lainnya, seperti ikatan kesukuan dan ikatan kekerabatan. Oleh karena itu, penataan antarumat beragama dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus.

Selain itu, fungsi kritis agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tentu sangat diperlukan, terlebih lagi dalam konteks masyarakat bangsa kita yang sedang menjalani masa transisi dari sebuah reformasi. Fungsi kritis agama diperlukan bukan hanya untuk menyadarkan pola pikir dan perilaku individu di dalam masyarakat, tetapi juga untuk memberikan direction terhadap konsep dan perencanaan pembangunan.

Melalui buku ini kita akan diajak untuk kembali membaca dan menelaah ulang kitab suci, menumbuhkembangkannya sehingga membumi dekat kepada masyarakat, menatap ke masa depan yang lebih baik dan tidak berhenti hanya di masa lalu tetapi menjadi sejarah gemilang yang berulang.