Nakal Harus, Goblok Jangan

By | August 10, 2020

INILAH esai-esai Muhidin M. Dahlan (Gusmuh), yang sempat dimuat dan tidak. Esai yang dimuat tersebar di media daring dan luring. Ada enak dibaca dan “tidak”. Ada menggugah, memancing keributan, dan ada yang lurus seperti jalan tol tanpa zig-zag. Terangkai menjadi satu. Saya menyebut rangkaian itu adalah Nakal Harus, Goblok Jangan.

Bila menukil kalimat Ignas Kleden dalam Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan: Esai-esai Sastra dan Budaya (2004: 463) bahwa membaca esai cenderung membuat kita teringat pada penulisnya, gerak-geriknya, mimiknya, dan gestikulasinya maka membaca esai Gusmuh juga demikian. Gusmuh membuka tabir pengetahuan sejarah; memberi tanda lampu hijau untuk mengetahui jejak baik orang-orang yang dianggap membangkang dan memberontak.

Kalau Anda rajin mengikuti upacara 17 Agustus atau sempat belajar sejarah kemerdekaan Indonesia maka nama bab-bab tersebut tidaklah asing. Ya, itu penggalan-penggalan teks Proklamasi. Tidak ada tendensius apa pun mengapa saya mengambil dari teks Proklamasi, selain memudahkan pembaca.

Salah satu kelihaian Gusmuh dalam menulis adalah mengaitkan isu kontemporer dan sejarah masa lalu yang sempat viral pada zamannya. Itulah kekuatan arsip yang ia kumpulkan sejak kuliah. Hingga sekarang ia masih tekun mengkliping peristiwa masa kini dan masa lalu.