TAHRIR SQUARE: Jantung Revolusi Mesir

By | September 26, 2020

Kaum muda yang menginginkan perubahan jengah dengan pertarungan perebutan kekuasaan itu. Mereka membentuk kelompok “Tamarrod” dan mendapat dukungan rakyat. Kelompok ini pada tanggal 30 Juni 2013, turun ke Tahr r Square dan istana presiden, menuntut Presiden Mursi mundur karena dianggap tidak kompeten dan mengingkari roh revolusi. Dalam situasi krisis itu, mili­ter memperoleh peluang untuk bertindak atas nama stabilitas dan persatuan nasional. Mursi pun disingkirkan dan ditahan. Inilah Revolusi II Mesir yang mengorbankan demokrasi. Mulai saat itu, Mesir tersungkur ke dalam lembah perseteruan sipil-militer, perebutan kekuasaan antara berbagai kekuatan politik, dan korban jiwa pun berjatuhan. Ke arah mana Mesir kini melangkah? Akankah demokrasi pulih kembali? Apakah konflik sektarian akan terus berlanjut? Apakah permusuhan antara militer dan Ikhwanul Muslimin akan hidup lagi? Mesir masih harus menapaki jalan yang panjang.

Tersingkirnya Presiden Hosni Mubarak lewat revolusi rakyat dukungan militer pada tahun 2011, ternyata tidak segera menciptakan Mesir yang aman, damai, dan tente­ram. Pertarung­an antara tiga kekuatan masih terus berlanjut. Ketiga kekuat­an politik itu adalah, kelompok Islam, dengan Ikhwanul Muslimin, sebagai kekuatan utamanya. Kedua, sisa-sisa mantan rezim (Hosni Mubarak) atau para pendukung negara hegemonik, dengan kekuatan utamanya adalah angkatan bersenjata dan aparat keamanan. Ketiga, gerakan demokratik, dengan pemain utamanya adalah Front Penyelamat Nasional. Mereka pernah bersatu menumbangkan Hosni Mubarak. Tetapi, akhirnya bertarung lagi.