NASIONAL.IS.ME by Pandji Pragiwaksono

By | January 15, 2019

Nasional.Is.Pandji

Awal ketika saya melihat Pandji adalah ketika ia tampil di salah satu televisi dengan gayanya yang tidaklah terlihat seperti orang yang mencintai Indonesia. Berpakaian santai dan cara bicaranya yang juga sudah mengikuti tren masa kini. Ya, silakan Anda mengatakan ini adalah hasil dari globalisasi dan memang tidak dapat dipungkiri jawaban tersebut. Saya pun mengaminkannya.

Globalisasi, seperti kata Robert Jackson dan Georg Sorensen, bisa mengubah hal-hal yang ada di dalam sebuah negara. Mau tak mau, kita harus bisa memilih dan memilah hasil dari proses kebudayaan tersebut. Adalah menjadi kewajiban kita untuk menentukan hendak memilih yang mana. Di situlah bukti yang sangat nyata bagaimana kita mencintai negara kita, akan sejauh mana kita akan terseret oleh arus globalisasi yang tentunya saja bisa menanggalkan jati diri bangsa.

Globalisasi juga bisa menciptakan hal yang buruk seperti kemiskinan, perbedaan strata yang semakin jelas terlihat, dan kebudayaan yang lenyap. Indonesia sudah diambang itu semua. Silakan lihat berapa banyak pengamen dan pengemis yang berkeliaran di satu perempatan jalan. Tidak terbayangkan lagi keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang harus dipandang serius. yuk beli dan baca buku nya di gramedia saja. bagus.

Dengan gayanya tersebut, siapa pernah menyangka seorang Pandji benar-benar jatuh cinta kepada negerinya sendiri. Lewat tulisanlah ia mengapresiasi, mendukung, dan mewujudkan rasa nasionalisnya. Bukankah kita tak perlu mati untuk membuktikan bahwa kita cinta akan tanah air kita? Bukankah kita tak perlu mengangkat senjata dan berperang untuk menunjukkan sejauh apa kita cinta akan tanah air ini?

Pandji mengajak kita untuk mencintai bangsa ini lewat cerita-cerita dan pengalaman hidupnya yang tentu saja tak bisa dimiliki oleh orang lain. Setidaknya, dengan berbagi itu, ia telah mewujudkan apa yang diharapkan banyak orang: cinta akan tanah air.

Bukankah masih banyak yang bisa dibanggakan dari Indonesia? Silakan percaya atau tidak, orang-orang di luar negeri begitu mencintai Indonesia. Pernah mendengar nama Alfred Riedl? Apa yang diberitakan oleh media massa tentang dirinya? Ia mengatakan ia sudah terlanjur mencintai Indonesia dan berharap dapat kembali ke negeri ini.

Kita memiliki tanah yang sangat subur, alam yang luas, air yang mengalir, sawah yang bisa ditanami dengan bibit apa pun. Kita bisa berkeliling dan menikmati matahari terbit-terbenam tepat pada waktunya. Kita boleh berbangga dengan semua hal yang negeri lain belum tentu memilikinya.

Pandji boleh memilih untuk mewujudkan cinta akan tanah airnya dengan menulis tanpa harus menanggalkan jati dirinya yang terikat akan proses globalisasi. Demikian pula dengan kita. Tidaklah seharusnya kita hanya bisa mengkritik tanpa berani memberi saran. Dengan demikian, ada timbal balik antara negara dan penduduknya untuk saling mencintai dan saling memberi. Begitu sayang, ketika kita berada di negeri ini, kita hanya bisa mengeluh dan ketika meninggalkan negeri ini, kita hanya mendapatkan balasan: rasa rindu akan negeri sendiri.

Bisa saja benar apa yang dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer:

“Karena kau lahir, tumbuh, hidup dan bekerja di sini, dan kelak kau pun mungkin akan mati terbaring di tanah ini – tanah tumpah darahmu, maka itu sudah lebih dari cukup sebagai alasan untuk mencintai negerimu.”