PARADIGMA PROFETIK ISLAM : Epistemologi, Etos, dan Model

By | October 29, 2019

Wacana mengenai ilmu sosial profetik yang sempat menghangat di kalangan sejumlah ilmuwan sosial di Indonesia di awal tahun 2000-an, dan kemudian surut selama beberapa tahun karena meninggalnya penggagas utama ilmu tersebut, Kuntowijoyo, guru besar ilmu sejarah UGM, kini berusaha dibangun kembali oleh koleganya, Heddy Shri Ahimsa-Putra, guru besar antropologi budaya, UGM.

Setelah menelaah secara kritis pemikiran Kuntowijoyo mengenai ilmu sosial profetik, Ahimsa-Putra mencoba memperbaiki dan memperkuat bangunan ilmu sosial tersebut dengan meletakkan terlebih dulu basis dan inti dari ilmu tersebut, yakni paradigma profetik.

Dari sembilan unsur paradigma yang dikemukakannya, Ahimsa-Putra menjelaskan secara rinci tiga unsur utama yang menjadi landasan paradigma profetiknya, yaitu epistemologi, etos dan model. Unsur epistemologi di sini mencakup berbagai asumsi dasar filosofis paradigma profetik berkenaan dengan “hakekat” ilmu atau pengetahuan, keutamaannya, keutamaan usaha untuk memilikinya, sarana untuk mengetahuinya, sumber2nya, dan sebagainya. Unsur etos mencakup berbagai nilai yang mendasari sebuah paradigma, sedang unsur model mencakup berbagai unsur dasar yang dapat dijadikan analogi untuk melakukan kegiatan-kegiatan keilmuan profetik. Ahimsa-Putra mengikuti pandangan Muhammad Iqbal, Roger Garaudy, dan Kuntowijoyo, dan juga mengambil elemen2 khasanah pemikiran Islam, terutama dari pemikiran2 waliyullah terkemuka, Syekh Abdul Qadir Jailani.