Petualangan Don Quixote – Miguel De Cervantes

By | January 12, 2019
Petualangan Don Quixote - Miguel De CervantesPetualangan Don Quixote
Penuli : Miguel De Cervantes
Penerbit : Immortal, Yogyakarta
Cetakan 2017
124 hlm. 13 x 19 cm 
Kondisi buku bagus ori bersegel
Harga : Rp. 30.000 (harga normal Rp. 35.000)Sinopsis :
Petualangan Don Quixote merupakan cerita ‘kesatria kesiangan’ yang mampu menyihir pembacanya untuk percaya terhadap seluruh imajinasinya. Ia berimaji sebagai seorang Don (kesatria) penumpas kejahatan yang terjadi di negerinya. Namun, ‘kesatria kesiangan’ tersebut adalah hasil imajinasinya. Pikirannya dijejali kelimunan mimpi-mimpi dan bayang-bayang, yang tak sanggup dihadapinya di dunia nyata.Bagaimanakah ‘kesatria kesiangan’ tersebut menggambarkan imajinasinya? Dapatkah ia sadar bahwa ia hidup dalam dunia imajinasi?

Petualangan Don QUixote de la Mancha ini merupakan karya pengarang besar Spanyol, Miguel de Cervantes Saavedra, diterbitkan pertama kali tahun 1605 M. Karya ini merupakan salah satu novel besar yang menjadi perbincangan sepanjang masa, dan telah diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa di belahan dunia Barat.

Pengarang buku ini bernama Miguel De Cervantes, seorang novelis dan penyair kondang Spanyol. Pertama kali melihat sampul bukunya, ekspektasi saya melayang bahwa novel pendek ini akan bercerita tentang cerita kolosal Eropa yang tidak akan jauh-jauh bersinggungan dengan kesatria yang berpetualang dan bertemu putri raja. Namun setelah membalik buku tersebut dan membaca sedikit review dari editornya, ternyata buku ini merupakan cerita yang dihasilkan dari sudut pandang orang dungu yang sedang berhalusinasi.  Baca segera dalam buku ini!

Menariknya lagi, buku ini sangat kontroversial dan diperbincangkan di seluruh dunia karena dua alasan. Pertama, novel ini merupakan novel moderen pertama yang ditulis di Eropa. Artinya ia merupakan penanda peralihan zaman sekaligus reformasi kesusastraan dunia. Kedua, novel ini sangat kontroversial karena ternyata pengarang aslinya bukan De Cervantes, melainkan seorang sastrawan Mesir klasik yang teks aslinya diterjemahkan oleh Cervantes dengan bantuan Moor. Ia baru mengakui bahwa buku ini bukan karangan aslinya melainkan hasil penulisan ulang pasca terbitan edisi kedua.

Ketika membaca buku ini, anda akan disuguhkan dengan jalan cerita yang sangat mudah sekali di cerna. Buku ini sangat lugas dan jelas menceritakan detail-detail kejadian dan sang penerjemah menggunakan kalimat-kalimat yang mudah dipahami. Hal ini berbeda dengan berberapa novel-novel terjemahan yang kadang tingkat penerjemahanya begitu buruk sekali ketika dibaca dalam bahasa Indonesia, sehingga menyulitkan pembaca untuk memahami dan mencerna isi buku tersebut.

Novel ini bercerita tentang seorang petani tua bernama Alonzo Quinjano yang hidup di distrik La Mancha Spanyol yang terobsesi dengan tumpukan buku-buku di rumahnya yang bercerita tentang seorang Kesatria yang gagah berani. Saking terobsesinya, ia berhasil menghabiskan waktunya berjam-jam untuk membaca buku tersebut sembari mempraktekkan dengan berpura-pura menjadi seorang kesatria.

Awalnya para orang rumah tidak menaruh curiga kepada perangainya yang mulai berubah dan berhalusinasi. Namun lama kelamaan buku-buku tersebut benar-benar meracuni otaknya dan menciptakan realitas dikepala Alonzo yang nampak begitu nyata baginya.

Puncaknya ia memiliki ide untuk berpetualang sebagai seorang kesatria demi membela yang benar dan memerangi kejahatan. Ia lalu mengganti namanya dari Alonzo Quinzano menjadi Don Quixote dan menamai kuda keledai di kandangnya dengan sebutan Rozinante sebagai kuda tunggang kesatria.

Don Quioxote diambil sebagai namanya karena ia beranggapan membawa kehormatan sebagian Spanyol dan menambahkan nama “de la mancha” di belakangnya karena dia dilahirkan di distrik Mancha (Cervantes 2017, hal : 17). Jadi nama panjangnya adalah Don Quixote De La Mancha.

Sang kesatria lalu melakukan petualangan yang bertujuan untuk menakhlukkan seorang gadis bernama Aldonza Lorenzo yang dia beri nama Ratu Dulcinea Del Toboso (baca : Perempuan dari toboso yang manis). Penakhlukkan ini tentu tidak bisa berjalan mulus ketika tidak ada halang rintangan.

Oleh karena itu Quixote mulai membayangkan akan bertemu dengan raksasa dan penjahat yang akan dia tebas dengan pedangnya dan bersujud dikakinya. Ketika itu Quixote akan mengutusnya untuk menemui sang putri sembari mengatakan “nona , aku raksasa Caraculiambro yang terluka dalam pertempuran dengan kesatria Don Quixote de La Mancha. Aku telah diperintahkan olehnya untuk datang kepadamu, nona yang baik. Dengan demikian yang mulia dapat menyuruhku melakukan apapun” (Cervantes 2017, hal : 18).

Dan mulailah ia melakukan petualangan-petualangan gilanya sambil membawa halusinasi di otaknya. Ia mulai mengangap sebuah rumah penginapan tempat ia tidur dengan bayangan sebuah istana kastil kerajaan. Ia mulai bertarung dengan orang-orang pengembara yang lewat didepanya karena diduga seorang penjahat.

Ia bahkan menganggap sebuah panci yang dibawa oleh seorang pengelana sebagai sebuah helem kepala baju zirah, sehingga ia ditertawakan oleh orang-orang karena aksi gilanya.

Lebih gilanya lagi pada suatu kejadian Don Quixote menganggap sekawanan domba yang sedang digembala berjalan dianggap sebagai kerumunan tentara yang sedang berperang antara pasukan Ali Fanfaron dari Tapobrana melawan pasukan pentapolin dari Garamantes (Cervantes 2017, hal : 68).

Epilog novel ini ditutup dengan kembalinya dan tersadarnya Don Quixote dari halusinasinya. Ia pun mengakui jika semua yang ia pikirkan bukanlah sebuah kenyataan dan ia meninggal dengan damai di akhir hayatnya.

Apa yang dapat kita pelajari dari novel tersebut dan tokoh Don Quixote adalah tentang “Imajinasi”. Selama ini kita menganggap bahwa imajinasi adalah sesuatu yang berharga dan menyenangkan. Bahkan Alber Einstein seorang fisikawan menganggap bahwa imajinasi lebih penting dari ilmu pengetahuan.

Tapi taukah anda bahwa imajinasi itu seperti pedang bermata dua. Dimana di satu sisi ia dapat membuat pikiran kita melayang luas dan membahagiakan kita, namun disisi lain ia berbahaya karena dapat membuat kita terjebak pada labirin pikiran. Labirin ini menciptakan halusinasi yang membuat sang pelakunya tidak dapat membedakan mana realitas mana khayalan. Sebutan kasarnya mungkin adalah kegilaan dan sikap delusif sangat erat kaitanya dengan hasil produksi pikiran lewat imajinasi.

Namun saya juga harus jujur pada anda dengan bersikap kritis bahwa “hari ini” kita akan sangat kesususahan membedakan mana realitas dan mana ilusi. Karena sesungguhnya realitas sekarang memproduksi suatu ilusi-ilusi yang meracuni pikiran kita sendiri. jadi apa yang kita anggap nyata hari ini sebenarnya sebuah ilusi. Sebut saja kota canggih tanpa kriminal dan kesengsaraan Me*karta yang digadang-gadang menjadi model kota masa depan. Persoalanya mana mungkin sebuah kota sempurna tanpa kejahatan dan kemiskinan?.

Hal ini karena kejahatan dan kemiskinan ada karena hasil marginalitas dari proses seleksi alam sebuah kota dan masyarakat urban. Itu sama bodohnya dengan mena mungkin ada rasa pahit tanpa anda mencicipi rasa manis? Karena pada dasarnya rasa manis ada karena kalian pernah mencicipi rasa pahit (oposisi biner teori).

Lalu atribut-atribut komersial yang menentukan strata sosial kita seperti kendaraan pribadi (mobil dianggap lebih mewah dari motor, motor dianggap lebih bagus dari jalan kaki), lalu pakaian (brand terkenal lebih keren dan trendy dari brand lokal), lalu perangkat tekhnologi (handpone Iph*n dianggap lebih canggih dan tidak ketinggalan zaman dari brand lokal) sampai pada soal makan dimana resto dan masakan cepat saji dianggap lebih mewah daripada masakan dirumah. bayangkan, apakah kesemuaan ini sebuah kenyataan? Atau apakah justru sebuah kebodohan Don Quixote dia abad moderen.

Hal lain yang saya pelajari dari novel ini adalah soal keyakinan dan keteguhan hati. Meskipun Don Quixote bodoh dan delusif, namun saya sangat menghargai keteguhan hatinya dan cara dia menjaga kehormatanya. Ia rela menjadi dungu, di injak, di maki dan terluka parah demi menakhlukkan kejahatan dan mendapatkan cinta sang ratu. Dan lihatlah dunia kita sekarang. Bukankah kita adalah peradaban yang selalu menertawakan dan menyepelekan orang-orang yang punya keteguhan hati tinggi?.

Seolah berbeda sedikit adalah suatu kejanggalan dan kejahatan. Seolah berani untuk mengatakan tidak pada korupsi, nepotisme dan kebodohan lalu dianggap kafir dan dipenjarakan (baca : Ahok). Saya bahkan sering menemukan kasus dimana berpenampilan nyentrik dan memiliki ide-ide kritis dianggap keliru dan salah. Maka dimana nilai keteguhan hati saudara-saudara jika kalian mudah sekali terbawa arus dan tidak bersikap kritis, atau bahkan malu dan takut menjadi berbeda dengan yang lainya?. Maka malulah kalian dengan seorang Don Quixote yang dungu tapi tetap berani dan memiliki keteguhan hati dan kehormatan yang tinggi.

Bagi saya, buku ini meskipun menceritakan seseorang yang delusif dan gila, namun ia memberikan pelajarang berharga tentang kehidupan.