Raja, Priyayi, Kawula

By | March 16, 2021

“Ada banyak alasan untuk tertarik pada kota Solo tahun-tahun 1900-1915, antara lain, dua pemerintahan (Kasunanan dan Mangkunegaran) mempunyai karakteristik yang berbeda. Sepertinya keduanya merupakan pendahulu dari Orde Lama yang suka simbol (mercusuar, nation building) dan Orde Baru yang pragmatis (pembangunan ekonomi). Pemerintahan Kasunanan mementingkan simbol, pemerintahan Mangkunegara mementingkan ekonomi. Apakah ada dua pola pendidikan keraton yang berbeda? Kalau betul ada dua pola pendidikan mestinya kita dapat belajar dari kekurangan dan kelebihan dua pola pendidikan dari masa lalu itu.” (Kuntowijoyo)

“Untuk menjelaskan hubungan antara raja, priyayi dan kawula sejarawan Kuntowojoyo menggunakan bantuan antropologi dan sosiologi pengetahuan. Pendekatan-pendekatan hendak menunjukkan bahwa ””pengalaman manusia diperoleh melalui simbol yang terstruktur secara sosial, masyarakat melihat realitas tidak secara langsung tetapi melalui sebuah konstruksi sosial”’. Demikianlah maka ””raja melihat kawula dan priyayi sebagai abdi yang harus duduk di lantai” Priyayi dan kawula melihat raja sebagai pemilik sah kerajaan melalui kepercayaan akan adanya wahju” Priyayi melihat kawula sebagai wong cilik, yang tidak mempunyai simbol kekuasaan, oleh karenanya rendah, kasar dan tidak terpelajar”’. (J. Kadjat Hartojo)